FOLU Net Sink 2030
The FOLU Net Sink 2030 program is determined based on the Decree of the Minister of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia Number SK.168/MENLHK/PKTL/PLA.1/2/2022 concerning Indonesia's Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 for Climate Change Control (MenLHK, 2022). FOLU Net Sink 2030 is a target condition in 2030 that emissions from the forestry and land sectors exceed their emission levels, as a form of mitigation action in reducing greenhouse gases (GHG). This policy reflects Indonesia's commitment to tackling climate change and its impacts. FOLU Net Sink 2030 is projected to reach a net sink point of -140 million tons of CO2-eq or negative emissions of 140 million tons -eq by 2030. This target makes FOLU Net Sink 2030 contribute 17.4% with its own efforts and 25.4% with international cooperation in achieving the Nationally Determined Contributions (NDC) target.
Ecosystem-based Approach (EbA)
Achieving the FOLU Net Sink 2030 target can be done through two approaches. The first approach is to reduce emissions by prohibiting or restricting activities in the forestry sector. Meanwhile, the second approach is through increasing the capacity of forests to absorb and store carbon. The implementation of these two approaches can be carried out with various framework and schema references. One of the framework references that can be used is the concept of an ecosystem-based approach.
The ecosystem-based approach is a conceptual framework that can be used as a reference to overcome complex environmental problems. Referring to the Convention on Biological Diversity (CBD) (2023), the ecosystem-based approach (EbA) is an integrated management plan for land, water, and biological resources aimed at realizing conservation and sustainable utilization. EbA can be a promising approach in handling climate change, especially by increasing ecosystem resilience. EbA has a crucial role to play in dealing with climate change, as this approach focuses on the fundamental linkages between climate dynamics, biodiversity conservation, and sustainable resource management. Therefore, the EbA framework is also very relevant to be used in the implementation of the FOLU Net Sink 2030 program.
Scope Categories (Pillars) of EbA
Ecosystem-based Approach (EbA) is assessed using an indicator matrix. The tool is designed to identify and standardize good practices in the forestry and land use sectors, thereby creating a clear path to achieving net sink conditions. EbA is a strategy that integrates the needs of the ecosystem and local communities. This matrix evaluates activities in six main pillars. The main goal is to create a clear mechanism of good practice, so that it can be replicated and expanded. The assessment of the EbA indicator matrix is based on each of the criteria and indicators of the pillars. The six pillars are as follows:
- Pillar 1: Reducing Deforestation and Degradation
- Pillar 2: Sustainable Forest Management
- Pillar 3: Biodiversity Conservation
- Pillar 4: Land Rehabilitation and Restoration
- Pillar 5: Social Forestry
- Pillar 6: Ecosystem Replication
FOLU Net Sink 2030
Program FOLU Net Sink 2030 ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.168/MENLHK/PKTL/PLA.1/2/2022 tentang Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim (MenLHK, 2022). FOLU Net Sink 2030 merupakan target kondisi pada tahun 2030 serapan emisi dari sektor kehutanan dan lahan melebihi tingkat emisinya, sebagai wujud aksi mitigasi dalam menekan gas rumah kaca (GRK). Kebijakan ini mencerminkan komitmen Indonesia dalam menanggulangi perubahan iklim beserta dampaknya. FOLU Net Sink 2030 diproyeksikan akan mencapai titik net sink sebesar -140 juta ton CO2-eq atau emisis negative sebesar 140 juta ton -eq pada tahun 2030. Target tersebut menjadikan FOLU Net Sink 2030 berkontribusi sebesar 17,4% dengan upaya sendiri dan 25,4% dengan kerja sama internasional dalam pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC).
Pendekatan Berbasis Ekosistem (EbA)
Pencapaian target FOLU Net Sink 2030 dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah mengurangi emisi dengan melarang atau membatasi kegiatan pada sektor kehutanan. Sementara itu, pendekatan kedua adalah melalui peningkatan kapasitas hutan dalam menyerap serta menyimpan karbon. Implementasi kedua pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai acuan kerangka dan skema. Salah satu acuan kerangka yang dapat digunakan adalah konsep ecosystem-based approach atau pendekatan berbasis ekosistem.
Ecosystem-based approach merupakan kerangka konseptual yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengatasi masalah lingkungan yang kompleks. Mengacu pada Convention on Biological Diversity (CBD) (2023), ecosystem-based approach (EbA) merupakan rencana pengelolaan terpadu untuk lahan, air, dan sumber daya hayati yang ditujukan untuk mewujudkan koservasi serta pemanfaatan berkelanjutan. EbA dapat menjadi pendekatan yang menjanjikan dalam penanganan perubahan iklim, utamanya dengan meningkatkan ketahanan ekosistem. EbA memiliki peran krusial dalam menghadapi perubahan iklim, karena pendekatan ini berfokus pada keterkaitan mendasar antara dinamika iklim, pelestarian keanekaragaman hayati, dan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan. Oleh karena itu, kerangka EbA juga sangat relevan digunakan dalam implementasi program FOLU Net Sink 2030.
Kategori Ruang Lingkup (KRL) EbA
Ecosystem-based Approach (EbA) dinilai menggunakan matriks indikator. Alat ini dirancang untuk mengidentifikasi dan menstandarkan praktik-praktik baik di sektor kehutanan dan penggunaan lahan, sehingga menciptakan jalur yang jelas untuk mencapai kondisi net sink. EbA merupakan strategi yang mengintegrasikan kebutuhan ekosistem dan masyarakat lokal. Matriks ini mengevaluasi kegiatan pada enam kategori ruang lingkup (KRL) utama. Tujuan utamanya adalah menciptakan mekanisme praktik baik yang jelas, sehingga dapat direplikasi dan diperluas. Penilaian matriks indikator EbA didasarkan pada masing-masing kriteria dan indikator KRL. Keenam KRL tersebut adalah sebagai berikut:
- KRL 1: Pengurangan Laju Deforestasi dan Degradasi di Lahan Mineral, Gambut, dan Mangrove
- KRL 2: Pembangunan dan Pengelolaan Hutan secara Lestari
- KRL 3: Konservasi Keanekaragaman Hayati
- KRL 4: Rehabilitasi dan Restorasi Lahan
- KRL 5: Pengelolaan Perhutanan Sosial dan Pengembangan/Pemantapan Hutan Ada
- KRL 6: Introduksi Replikasi Ekosistem, Ruang Terbuka Hijau, dan Ekoriparian.